Jadwal kuliah, baru saja saya menerimanya. Lantas sekonyong-konyong beberapa kakak kelas dari pengurus lembaga ke-Islaman di kampus masuk ke dalam kelas dengan ucapan salam mereka yang khas, "Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh." selepas dosen wali selesai mengisi kelas. Mana penampilan mereka yang saya anggap saat itu sangat nggak modis. Cuaca siang bolong gini mereka dengan wajah adem-nya kuat banget mengenakan jaket-jaket tebal ala mahasiswa yang selalu aktif di organisasi, seperti yang lainnya.

Dengan wajah tanpa dosa mereka mengumumkan informasi terkait kegiatan wajib bagi mahasiswa baru yaitu -kami-, saya dan kawan se-isi kelas ini. Sebenarnya kami terasa terganggu dengan kehadiran mereka karena jam pulang kami tersendat beberapa puluh menit. Ya, puluhan menit. Pada intinya kami yang muslim diwajibkan mengikuti mentoring selama satu semseter. Dan ini yang membuat kami kompak mengernyitkan dahi kita, tak setuju. Walau beberapa dari kami menyambutnya dengan biasa saja atau ada yang begitu antusias.

Lihat saja bagaimana kami melakukan protes terutama barisan duduk yang paling mojok dan paling akhir. Kami sudah berdiri dan sedikit mengutarakan ketidak nyamanan kami, "uuuuuuuu!", "Heuhhhhhh!", "Woi, buruan jam balik nih!" kurang lebih begitulah kelakuan transisi kami dari kebiasaan seragam putih abu-abu, labil. Saya kebetulan duduk paling belakang bersama kawan-kawan yang besar ego anak mudanya. Saya hanya bisa duduk saja terdiam dan sedikit terperangah dengan situasi ini. Walau jujur hak kemerdekaan saya pun sebenarnya ter-rampas.


Langkah kaki yang gontai dengan tas slempang yang kumal menjadi aksesoris pemuda kurus asal kampung ini. langkah siang itu terjadi tiada bukan karena lambung di perut sudah berbunyi-bunyi karena memaksakan tidak sarapan demi menghemat uang bulanan. Ya, kondisi ini mau tidak mau harus dijadikan sahabat, karena jatah uang kiriman dari kampung sangat minim. Harus dihemat-hematkan. Saya harus sedikit Meurih kalau kata orang Sunda bilang. Jangan banyak berharap lebih seperti mahasiswa yang lain dan orang tuanya bisa di bilang lebih mapan. Rumah tua di kabupaten kecil sana hanya ada seorang ibu yang hanya mengandalkan biaya bulanannya dari pensiunan almarhum suaminya yang tak seberapa.

Sepanjang perjalanan saya mencoba menguatkan langkah mencari warung tegal terdekat. Monumen Perjuangan Jawa Barat saya lewati demi ini. Entah mengapa siang itu matahari begitu gagah hampir saja mengeringkan kolam taman kampus depan rektorat.  Sesampainya di warung itu, "Mas, pesan menunya Triple T; tahu, tempe, telor." imbuh saya. Sekilat pesanan pun sudah tersaji.

Indekos menjadi satu-satunya tujuan saya untuk saat ini selepas merapel jadwal makan. Maklumlah masa awal pertama kali ngampus masih membuat saya menyesuaikan diri dengan Ibu kotanya orang Sunda. Ya, Ibu kota saya. Walau membuat saya tersesat juga saat ujian masuk universitas dulu. Namun suasana yang tak sepanas daerah saya membuat nyaman.

Tiba-tiba Telepon selular saya berbunyi, penanda pesan singkat yang isinya:


Assalam. Kwn-kwn sy Jaya, Pementor kelompok kalian. Mhon khadirnny di acra mentoring qta yitu pd hr selasa jam 9 di pendopo masjid. Syukrn.

Saat menerimanya membuat saya semakin tidak mau menghadirinya. Entah mengapa? Rasa-rasanya malas begitu membius pikiran ini. Dalam hati saya bergumam, Mesti yah ikutan? tapi sumpeh males bener.

Semenjak itu saya membolos beberapa pertemuan kurang lebih tiga pekan. Padahal gak berat mengikuti pertemuan ini, hanya satu pekan sekali.

Hingga saat itu. Saat dimana ketua kelompok saya mengingatkan bahwa kegiatan ini mempengaruhi mata kuliah agama saya. "Udeh Man, lu ikut aje mendingan. Cuman bentaran ini." ujar Bayu membujuk. Dalam keterdiaman saya putuskan untuk mengikutinya.

Selasa berikutnya saya ikut dengan ajakan Bayu dan kawan-kawan lainnya. Setelah sang mentor sudah berada di tengah-tengah kita, kami pun membetulkan duduk kami. Tanpa basa-basi saya dan kawan-kawan disuguhi senyuman teduhnya. Kemudian dia membuka pertemuan kami ini dengan ucapan, "Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh."

kami pun menjawab koor, "Wa'alaikumussalam Warohmatullahi Wabarokatuh." kemudian kami pun membuka mushaf Al-Quran masing-masing walau saya dan Dian lupa bawa namun kami diberinya pinjaman mushaf Al-Quran. Kami pun mengucap basmallah bersama-sama dengan dipimpin Kang Jaya. Lalu kami membaca tiga ayat secara sendiri-sendiri. Bukan main saya mendengar beberapa bacaan kawan saya banyak yang terbata-bata. Walau saya akui bahwa saya pun gak sebagus-bagus amat bacaannya. Namun hasil ajaran Mang Obit guru ngaji saya sampai SMA kelas satu masih nempel dan nyaman di dengar.

Setelah bacaan yang begilir ini berakhir di saya, Kang Jaya langsung mengajak perkenalan karena saya baru pertama kali mengikuti lingkaran kecil ini. Dan kami pun memperkenalkan diri, "Saya Nur Suparman, Asal dari Purwakarta."

"Subhanallah, kita nambah saudara nih." ujar Kang Jaya. "Suparman disini ngekos?"

"Iya, Kang saya ngekos di Jalan Kubang Selatan."

"Oh, gitu yah." jawabnya sambil tersenyum ramah.

Perkenalan kami pun berlanjut dengan segala kesan yang menyenangkan hinggga sampai pada penjelasan Kang Jaya tentang perjuangan salah satu sahabat Rasul, Salman Al Farisi. Dia menuturkan bahawa Salman adalah seorang Persia yang mencari kebenaran. Karena Salman begitu ganjil dengan Tuhan umatnya, api abadi. Dan yang harus dijaga oleh ayah dan dirinya. Salman berpikir dalam renungan yang intinya beliau tidak setuju dengan sesuatu yang rapuh harus di sembah. Dan yang membuat saya terkesan dari cerita yang di bahas Kang Jaya adalah bagaimana cara seorang Salman melalui rintangan hingga rela menjadi budak demi mendapatkan kebenaran yang kekal, yaitu Allah SWT. Hingga Ia harus bersusah-susah mencari Rasul untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dihadapannya.

Semenjak saat itu mentoring begitu menjadi hal yang sangat di nanti-nanti bagi saya dan kawan lainnya yang tadinya enggan untuk datang. Apa ini yang di sebut dengan hidayah? Ataukah ini yang disebut dengan titik balik kami? Atau bisa juga disebut kami menemukan jalan cahaya itu? Ya, jalan cahaya yang penuh dengan kejelasan dan keteraturan dalam hidup. Maka saya nikmati proses ini di jalan ini.
****


"Assalamualaiikum Warohmatullahi Wabarokatuh."


"Wa'alaikumussalam Warohmatulahi Wabarokatuh." jawab koor sekelas.


"Baiklah sahabat-sahabat, Akang dan teteh di depan ini mau mengumumkan bahawa kami dari panitia mentoring ingin memberitahukan jadwal mentoring sahabat-sahabat sudah dapat dilihat dipapan pengumuman kami. Akang ingin memberitahukan bahwasannya mentoring  ini sifatnya wajib bagi kalian. Sebab mentoring ini akan mempengaruhi nilai mata kuliah agama kalian. Dan mentoring ini dilaksanakan selama satu semester. Satu lagi pengumuman yaitu pembukaan mentoring ini dilaksanakan pada hari Sabtu ini dari jam delapan pagi sampai dengan selesai bertempat di pelataran kampus kita ini. Atas perhatiannya kami ucapkan syukron jazakumullah kahir. Wassalammualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh." jelas saya berdiri di depan kelas sambil mengenakan jaket organisasi kemahasiswaan. Setahun dulu saya bilang ini, "gak modis." []