"Bandung....., Bandung....., Bandung......." ajakkan kondektur ditepian bahu jalan per-empatan combro atau sering disebut oleh penduduk lokal -Parcom-. Untuk silsilah penamaan per-empatan ini menggunakan unsur oncom di jero memang cukup fenomenal bagi sebagian orang asal Purwakarta dan sekitarnya. Saya sekaliber penduduk lokal yang jaraknya kurang lebih 25 Km-an, memang tidak terlalu tahu atau bisa di kategorikan tidak tahu, suwerrrrr. (Padahal fenomenal tapi gak tahu. Gimana sih?)

 
Parcom sore itu begitu ramai, maklum arus balik mudik menjadi kondisi per-empatan ini begitu penuh sesak karena liburan akhir tahun. Jangan heran urusan kondektur bus antar kota baru sedikit mengeluarkan suara merdunya, calon penumpang sudah penuh sesak menjejali pintu-pintu Bus. Sampai-sampai ada yang mengangkat-angkat tas gendongnya biar lebih kelihatan perjuangannya, ada yang bawa termos panas sembari berteriak-teriak, "AWAS AIR PANAS, AIR PANAS....", ada yang minta tanda tangan sang kondektur biar sang kondektur merasa tersanjung dan memprioritaskan fans-fansnya (Ya, nggak gitu juga kali....).



Tapi jujur saya melihat kejadian di depan mata ini sempat terpikir, bagaimana caranya saya bisa buka usaha bus antar kota? Bila melihat segini ramainya bus bukan tentu ini menjadi komoditi yang cukup untuk investasi dihari tua nanti. "Bandung......Bandung.....Bandung....." ajak lagi kondektur terus berulang-ulang walau kursi yang tersedia sudah sold out semua. Hingga tersentak saya dalam lamunan sejenak menyoal investasi itu. Dan berlari sekencang-kencangnya menghabiskan tenaga yang tersisa karena menunggu sudah hampir dua jam setengah. "Mang Tungguan.....", teriak saya sambil tercekat nafas.


Saya tau bus itu bisa jadi bus yang terakhir kosong di depan mata saya, karena melihat yang mengikuti arus balik begitu banyak. Tanpa basa-basi arus balik saya aman terkendali dengan menunggangi bus ini, walau udara di dalam sudah tak jelas apakah oksigen ada atau tidak. Karena yang tercium yang paling menyengat adalah bau manusia yang berkeringat, asap rokok yang mengkontaminasi udara, belum lagi teriakkan tangis anak balita karena kepanasan. sungguh nampak tak manusiawi kendaraan berjasa ini. Namun apa boleh buat hanya ini yang bisa mengantarkan daging-daging hidup berpikir dari satu tempat ketempat yang lain lebih cepat, aman dan terjangkau.


Dalam sepanjang perjalanan saya perhatikan penumpang pada umumnya; duduk statis memandang jalan, berdiri statis memandang jalan, ngupil statis memandang jalan, tertidur statis menikmati perjalanan, dan bernyanyi sendiri-sendiri statis tak menikmati jalan (Ya, iyalah. Orang dengerin musik via MP3 Player or HP). Namun saya pun mengikuti suasana secara fisik statis, namun pikiran begitu dinamis terutama otak kanan yang memikirkan soal orang-orang selalu mengejar mudik demi sebuah kerinduan akan rumah di kampung halaman. Mempertaruhkan tabungan yang telah ditimbun berbulan-bulan demi sebuah kata 'mudik'.


Saya bilang ini lumrah karena saya sendiri aktor didalam ritual tahunan yang ada. Kalau sudah urusan libur panjang, maka kata-kata yang tepat bagi saya dan bagi yang sependapat dengan saya adalah mudik, kumpul dengan keluarga.


Namun apa boleh dikata, arus balik menjadi sebuah pertempuran dahsyat bagi sesiapa saja yang menjalani ritual tahunan ini. Maka tak salah bila saya saat ini mempunyai cita-cita membuka usaha bus antar kota. Semoga anda menjadi penumpang pertama saya, karena seratus penumpang pertama akan mendapatkan potongan harga dan plus kursi yang empuk (karena masih baru), full AC (sekali lagi ini karena masih baru), dan dapat menikamti tayangan televisi yang begitu jernih dan menghibur selama perjalanan (untuk yang ketiga kalinya karena ini masih baru).


Tenang kawan, penawaran ini masih dalam angan-angan saya. :) []