Aku pindah kekampung itu dan kau sambut aku dengan ramah "Selamat Datang", aku pergi merantau pertama kali ke Bandung karena urusan pendidikan ke universitas, kau yang terakhir kali mengucapkan "Selamat Jalan", kau sambut truk punya -A Tolib- dengan keramahan dan kesabaran karena ruang kolongmu pas dengan badan truknya, kau sabar menemani yang sedang meronda karena pos ronda disamping kanan mu, kau menjadi saksi bisu atas kejadian; kecelakaan, iring-iringan pejabat yang melintas, iring-iringan orang yang berlari ria setiap Ahad pagi, obrolan anak muda yang nongkrong dipinggir jalan, dan Iring-iringan barisan gerak jalan 'napak tilas' setiap perayaan Milad Kabupaten tempo dulu di jalan raya depan.

Yah, itu dia GAPURA khas kampungku yang selalu menyambut para pendatang dengan ramah dan santun. Walau tak mewah seperti gapura Kabupaten di pintu masuk kota tapi kau tetap memberikan kesan penyambutan yang ramah. "Wilujeung Sumping" atau "Selamat Datang" kira-kira itulah tulisan yang terpangpang di atas gapura Kabupaten yang megah, tapi gapura kampungku tak sedetail itu dia mengungkapkan rasa ramah penyambutannya. Dia hanya terdiam tegak dan gagah lengkap dengan lambang kabupaten dan lambang provinsi JABAR namun tetap terkesan sederhana dengan atap kenteng-nya, begitu orang sunda menyebut genting.

Perubahan Pemerintahan berubah pula wajah si Gapura hampir seantero diKabupatenku tak ada atapnya sekarang. Mungkin Pemda memiliki konsep pencirian khas daerah seperti di daerah Cirebon dengan gapura khasnya yang cukup dengan batu bata merah yang tersusun seperti gapura di candi-candi cirebon kuno. Kini gapura-gapura diKabupatenku lebih sedikit lues tak tegak dan kaku seperti dulu, sepertinya gapura dulu bisa terlihat hanya dua tiang yang mempunyai fungsi menyanggah atapnya saja. Tapi kawan, lihat gapura di kampungku tak tergoyahkan dengan pengaruh besar keputusan Pemda. Dia tetap saja bertahan dengan estetika lama namun tetap berkesan. Namun karena idealisnya laju waktu membuatnya goyah sehingga posisinya yang tegak lama-kelamaan menjadi sedikit membungkuk layaknya -Mang Achmad- yang menanggung kayu dari hutan dan sesampainya dikampung dia terduduk lelah dan beristirahat. Sepertinya gapura kampungku ini sudah ingin istirahat seperti -Mang Achmad- yang duduk istirahat.

Tapi apa yang terjadi dua hari yang lalu ku jenguk kampungku dan Si Gapura sederhana yang ramah sudah raib termakan jaman. Kasihan dia, namun tetap berkesan jasanya di mata para penduduk kampung dengan cerita dan kisahnya masing-masing. Namun, walau berubah si gapura kampung menjadi cloning dari gapura Kabupaten, aku tetap bangga dengan kau "Gapura Kampung yang ramah dan sederhana, walau tak ada terpangpang jelas ucapan 'Selamat datang' dan 'Selamat Jalan' pada dirimu." [Sumber]