Siang buta itu kampung BBC begitu sepi dan terlebih sedang musim kemarau. Urusan sumur-sumur kering sudah menjadi cerita lumrah ketika musim berkeringat ini datang. Para peternak ikan mau tidak mau mengeringkan empang-empangnya.  Mereka rugi? Tidak, kawan. Mereka kreatif. Profesi lain pun mereka jalani. Ini berawal dari keberlimpahannya eceng-gondok yang mengakar di atas empang-empang kering mereka. Profesi ini mereka jalani dengan memanfaatkan batang-batang tanaman air terapung ini dan menjemurnya hingga kering. Nah, profesi ini melakukan perannya yang sangat penting, menganyam. Ya, perajin anyaman eceng-gondok, itu dia profesi lain mereka.

Hal itu pun terjadi takterkecuali dengan Ucup, pemuda seperempat abad yang kenyang dengan profesi menganyam ini. Jika hujan datang profesi ini tidak ditinggalkannya karena jala-jala ikan harus segera diperbaiki dan ditambal anyam ulang. Jadi taksalah bila keterampilan ini selalu Ucup dan warga desa BBC lainnya jalani.

Suatu hari seorang bule dari negeri kangguru sedang melakukan penelitian di desa Ucup. Ia sedang mempelajari budaya dan kebiasaan yang ada di desa ini. Baginya kebiasaan di sini sangat membuatnya tertarik untuk menelitinya. Setiap jengkal dari kampung ia amati, dari kebiasaan profesi yang sering berubah tiap musimnya hingga kebiasaan ibadahnya. Dengan wajah putihnya sangat membuatnya kontras dikerumunan penduduk. Tentunya sangat mudah mengindentifikasi keberadaan sang peneliti selain soal kulitnya yang pias itu, yaitu; adanya keramaian, adanya makanan cemilan kota yang diperebutkan oleh anak-anak desa, dan kilatan cahaya menyerupai petir berasal dari kameranya yang membuat girang warga desa di sekitarnya. "Asik euy difoto ... "Sahut salah satu penduduk dengan girang.