Kota pensiun yang ku pijak ini begitu tak wajar. Lihat saja jam digital kubus dekat -CPU- ku itu terpajang menggerutu. "31,5 c ini tak biasa!" ketusnya.


Debu-debu itu berterbangan dengan lenggangnya. Hujan? Itu hanya cerita lalu.

Matahari begitu sakti dengan bulatan sempurnanya. Ah, tak kuasa mata ini memandangnya!

Bulir-bulir keringat bergelayutan di kening, hidung, bahkan ketiak. Lengket sudah sekujur tubuh.

Tapi....

Anak-anak tangga pendopo itu, suguhkan ketentraman. Coba kau perhatikan itu baik-baik!

Ombak-ombak kecil dari kayuhan pendayung -getek- dengan anggun bergemulai menyentuh dinding-dinding batu pondasi situ.

Jemari ini rasa-rasanya ingin menyentuh riakkannya, agar panas ini tak kembali menampar.

Selepas pulang nanti, kau menjadi telaga dalam benakku.