Sejenak melepas lelah di warung pinggiran dekat pohon tua besar di jalan Imam Bonjol, Bandung. "Ibu, saya pesan teh botol satu ya?" pesan saya sambil menahan dahaga yang meradang. Siang itu begitu menyengat, maka tak salah bila kemaja yang saya kenakan pantas disebut kain pel. Bukan karena kemeja itu sudah belel atau sudah banyak fentilasinya (sobek maksudnya disana-sini...) tapi kuyup sudah kemaja ini menyerap keringat saya. Maklumlah pancaroba.


"Ieu A teh botol na.." sahut ibu sambil menyodorkan pesanan saya dengan ramah. Saya pun tersenyum sambil sesekali melirik botol yang berisi teh itu. maklumlah ini bab-nya kehausan stadium 4 (empat). Saya posisikan duduk tubuh saya di bangku jongko sederhana yang telah tersedia di depan warung. Sembari menikmati suasana urban di sepanjang jalan ini. Sungguh begitu menyenangkan bagi saya sang perantau yang pulang dua pekan sekali ini. Aliran cairan keruh kecoklatan itu begitu menghibur kerongkongan saya yang sudah tandus.


Ketika kenikmatan saya tinggal setetes lagi di botol ini, tiba-tiba ada seorang bapak tua menghampiri warung dimana saya terduduk dalam posisi enak dengan memarkirkan kendaraannya berkarir. Sebuah becak terparkir dengan apik. Sang bapak pun tersenyum pada saya sebelum ia menyampaikan maksudnya ke Ibu penjaga warung. Sungguh kawan, becak ini mengingatkan saya akan sebuah kisah di SMA dulu dengan sosok beberapa kawan saya.


Entah bagaimana ini bisa terjadi perkenalan kami begitu cepat sekali. Kami tergabung karena sebuah organisasi. Ya, Organisasi. Organisasi yang saya maksud adalah OSIS di SMA dulu. Walau sebenarnya saya ini bukanlah dari anggota organisasi itu namun sempat menjadi calon kandidat ketua OSIS yang kalau dibilang saat ini "tidak masuk verifikasi atau kurang syarat.", jangan bilang kalau saya kurang ganteng, kurang tinggi, dan kurang pintar!!! Karena memang kurang semuanya. :)


Kami begitu akrab dalam kegiatan, di luar kegiatan, bahkan untuk soal di luar sekolah. Yang menarik bagi saya ada tiga orang kawan yang begitu nampak akrab. Urusan jalan pasti bertiga, di dalam kegiatan pasti bertiga walau sebenarnya mereka berbeda tugas kepanitiaan, pokoknya kemana-mana pasti bertiga. Bahkan pernah saya berpendapat secara pribadi bahwa mereka untuk urusan mempertimbangkan pasangan pun harus di diskusikan bertiga.


Kebiasaan mereka adalah ngerumpi bareng, ngecengin adik-adik kelas yang ganteng-ganteng, terkadang suka ketawa-ketawa bila membahas adik kelas yang baru saja mereka kecengin, melatih baris-berbaris, panas-panasan sambil terik-teriak bila ada kesalahan dari adik kelas, membuat banyolan-banyolan tingkat dewa, eksis foto-foto: di tengah lapangan, perpustakaan, ditangga perpustakaan, kelas, didepan papan tulis, di dekat tiang bendera, di ruangan OSIS. Mungkin yang belum dijadikan tempat pemotretan mereka adalah kantor guru dan gudang sekoah. Maklumlah remaja wanita yang mulai beranjak dewasa.


Namun tetap mereka memang biangnya keramaian di OSIS kita.



Sebut saja teman saya dari ketiga sahabat ini, Yani. Dia ini paling maskulin di antara dua kawan yang lainnya namun tetap wanita, kok. Senang marah-marah bila ada kesalahan dalam barisan. Pokoknya klo di adu sama Mpok Nori pasti sebanding cerewetnya, makanya tak heran dia diberi julukkan "Beo" dalam arti sebenarnya. *Peace :)


Nah, yang satu lagi Sari. Dia sebagai pribadi yang menengah. Maksudnya kadang tegas dan kadang feminim. Dia termasuk yang murah senyum dan begitu handal dalam hal bahasa. Itu dia keunggulannya, Bahasa. Ahli bahasa kita, makanya ia mengambil jurusan bahasa di kelas 3 (tiga)-nya. Cas cis cus pakai bahasa asing bukan lagi hisapan jempol, kawan. maka sekali lagi ialah adalah sang ahli bahasa direzim kepengurusan OSIS kita dulu. :)


Dan yang terakhir adalah Raha. Kawan Saya yang satu ini bisa di bilang anak bungsu diantara mereka bertiga. Kenapa di katakan begitu? Karena dialah yang paling lugu, polos, dan paling manja. Entahlah, Sari dan Yani selalu saja mengklaim itu ke Raha. dan biasanya Raha sebagai penengah diantara mereka kalau-kalau ada sedikit beda persepsi diantara mereka. mereka selalu tersatukan lagi karena keluguan Raha.


Mereka terjalin berawal dari salah satu ekskul di sekolah. Ekskul yang selalu membentangkan bendera, baris-berbaris, panas-panasan yang sebenarnya oleh remaja putri sepantaran mereka begitu tidak di minati. Tapi mereka jalaninya dengan begitu senang, riang, dan kompak.  Mereka mendeklarasikan diri mereka sebagai "Trio Becak" di depan tiang bendera dan itu terjadi saat adik-adik di kelas siang masuk dan matahari sedang gagah-gagahnya, serta kantin sekolah sedang sepi. "Atas Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, maka Kami meresmikan diri kami sebagai Trio Becak." ucap mereka dengan semangat sembari sikap hormat pada bendera Merah Putih yang selalu mereka naikkan. Bila ditanya kenapa Trio Becak? Maka mereka akan menjelaskan dengan polosnya, "Karena kami bertiga dan roda becak juga ada tiga, jadi kami memiliki kemiripan. Bila rodanya dua kan Sepeda."


***


Pernah suatu hari di saat kami sedang melaksanakan kegiatan LDKS (Latihan Kepemimpinan Dasar Sekolah) tepatnya di Bumi Perkemahaan Rangga Gading. Saat itu dimana kami tim panitia sedang mencoba untuk berkoordinasi untuk acara selanjutnya dengan serius membahasnya. Yani dengan wajah tanpa dosa berdiri dan melangkah menjauhi lingkaran diskusi kami para panitia yang lainnya. Dia dengan berpura-pura batuk dengan keras diselingi oleh suara yang membuat panitia lain tertawa terbahak-bahak, "Tutttttttttttttttttttttt......pus." Rupanya Yani kentut dengan kurang nyaman, namun tetap keluar dengan sensasi yang berbeda, kepergok. Begitulah kecerian kami selama berteman dengan mereka.


Namun ada kisah sendu diantara mereka, dimana Raha "si bungsu" itu sedang dalam masa sulit dengan cinta monyetnya yang kandas. Yani dan Sari selalu menguatkannya dan itupun sebaliknya. Terbukti saat Sari sakit berat dan tidak bisa masuk sekolah, dua temannya inilah yang selalu setia datang menjenguk disaat pulang sekolah.


Ya, begitulah mereka selalu setia satu dengan yang lainnya, karena mereka sebenarnya satu saudara yang ditakdirkan beda orang tua. Terima kasih kawan-kawan, kalian telah memberikan pelajaran bagi saya arti dari persahabatan.[]